Malam itu di jalan pelita sangat ramai sekali. Kendaraan bermotor berlalu-lalang seakan tidak pernah kehabisan bensin. Lampu lalu lintas tak henti-hentinya mengatur kendaraan yang melalui persimpangan. Asap kendaraan melayang keudara kemudian ditelan oleh gelapnya malam. Tak kalah ramai warung nasi goreng dipinggiran jalan pelita penuh sesak dengan pembeli. Edo, tujuh belas tahun tampak berkeringat membantu sang pemilik warung meladeni permintaan para pembeli. Keringatnya bercucuran dan hilang tidak ketara dihisap oleh bajunya yang warna hitam. Hari ini warna hitam banyak menyembunyikan sesuatu.Malam berganti malam, udara semakin dingin. Jalan pelita yang tadinya ramai kini berubah menjadi jalan yang sepi. Kendaraan yang lewat hanya lima menit sekali, itupun hanya sebuah sepeda motor. Lampu lalu lintas hanya bisa mengedipkan warna kuning secara kontinyu. Warung nasi goreng kini sudah tutup. Edo baru keluar dari warung dan membawa sejumlah uang dari pemilik warung. Ia berjalan menjauh dari warung sambil menghisap rokok kemudian menyemburkan ke udara. Sesekali ia memainkan asap yang ia semburkan keudara. Ia terus berjalan sampai ia berhneti didepan toko yang tutup dikawasan pertokoan kota. Ia bergabung dengan tiga orang pemuda yang duduk diemperan toko yang ketiga-tiganya sama-sama merokok.“Kok lama?”Tanya Niko anak yang posturnya paling tinggi.“Sorry nih, warung ramai.”Jawab Edo.“Kalau warungnya ramai, pastinya kamu….”Kata Sam dibelakang Niko dengan wajah yang senyum menggoda.“Pastinya….”Balas Edo sambil mengibas-ngibaskan uang hasil kerja tadi.“Oke kita berangkat ketempat biasa.”Kata Randy yang berdiri bersemangat.Mereka beranjak dari tempat tadi dan berjlan menelusuri trotoar disepanjang jalan pelita melintasi pertokoan. Mereka sekumpulan anak jalanan yang tinggal disepanjang jalan pelita ini. Mereka berkumpul dengan para anak jalanan lain di jalan pelita ini. Dimana ada kelompok pastinya ada pemimpin diantara kelompok tersebut. Dialah Edo yang menjadi pemimpin para anak jalanan di jalan pelita ini. Walaupun usianya masih tujuh belas tahun, ia dipercaya oleh para anak jalanan jalan pelita untuk menjadi pemimpin mereka. Dia beda dari anak jalanan yang lain, pemikirannya dapat menyelesaikan masalah diantara para anak jalanan. Dia juga membawa nama dan wibawa jalan pelita lebih unggul daripada jalan lain.Kini mereka sudah tiba ditempat yang mereka tuju. Warung kopi pelita yang terletak di ujung jalan pelita. Tempat ini menjadi tempat favorit mereka dikala mempunyai banyak uang.“Pak, kopi empat!”Kata Edo memesan kopi kemudian duduk.“Ya bentar lagi dek!”Jawab pemilik warung dengan logat madura yang kental.“Kartu ma jepitan tolong dikeluarin dong!”Kata Niko.“Pak mana kartunya?”Tanya Sam.“Itu diatas meja dek sudah siap.”Jawab bapak tadi.“Makasih pak.”Balas Randy.Tak lama kemudian kopi sudah siap.“Dek, bond yang kemaren segera dilunasi. Sudah numpuk dibuku bond.”Kata pak pemilik warung.“Tenang pak, kami bayar semuanya hari ini. Lunas!”Balas Edo.Hari semakin malam semakin dingin. Jam kota diujung jalan ini berdentum dua kali mengusik kesunyian disekitarnya. Keheningan semakin pecah ketika ada suara jeritan sorang cewek.“Tollloooonggggggg……….!!!!!!!!”Jeritan yang menggema disepanjang jalan pelita.“Woi lihat tu, Febri anaknya pak RT digangguin preman mabuk!”Teriak Randy.Mereka langsung bergegas menyelamatkan Febri dari empat preman.“Lepaskan Febri! Berani-beraninya kamu ganggu warga sini.”Kata Edo.Mereka melepaskan Febri, dan Febri langsung bersembunyi diablik pohon besar.“Cuih! Siapa lho? Jangan sok kuasa disini! Rasakan ini!”Kata salah satu preman meluncurkan sebuah hantaman keras tepat mengenai wajah Edo.Edo mengusap wajahnya yang kena pukul tadi“Gue Edo, yang mengendalikan jalan pelita ini!”Melepaskan sebuah pukulan tepat mengenai hidung si preman sampai bengkok dan berdarah.Edo terkenal dengan pukulan mautnya. Hal itu membuat seluruh anak jalanan di kota ini takut dengannya.“Oh begitu. Gue tantangin anak jalan pelita ini besok jam 12 malam tepat disini.”Kata Preman itu kemudian pergi.Febri dengan perasaan lega menuju Edo dan kawan-kawan.“Makasih ya do, untung ada kalian semua. Kalu tidak, pasti aku sudah nggak karuan nasibnya.”Kata Febri malu-malu.“Sama-sama. Kamu cepat pulang. Nggak baik cewek sendirian malam-malam gini.”Kata Edo pipinya berubanh menjadi merah.“Sekali lagi aku ucapkan terima kasih.”Kata febri pergi.Sudah lama Edo menyimpan perasaan khusus pada Febri. Paras Febri yang cantik mengundang perasaan yang tak terduga. Begitu juga sebaliknya, Febri menyimpan perasaan khsusus pada Edo. Perlu diketahui walupun Edo hanya seorang anak jalanan, ia lumayan tampan untuk seumurnya. Tapi Febri tidak berani mendekatinya. Ia takut dimarahi oleh orang tuanya karena pacaran dengan seorang anak jalanan.“Hei! Nggak bakalan mungkin lu bisa dapetin si Febri. Ingat! Kita hanya anak jalanan. Udahlah jangan mimpi yang enggak-enggak!”Kata Niko menepuk pundak Edo.Keesokan harinya mereka berempat Edo, Niko, Sam, dan Randy berkumpul disebuah gang sepi yang masih dalam kawasan jalan pelita. Mereka berunding tentang tantangan yang diberikan oleh preman tadi malam.“Bagaimana?”Tanya Sam.“Kalau menurutku kita kerahkan seluruh anak jalanan di jalan pelita ini.”Usul Randy.“Tapi ini terserah kau do, jalan pelita menunggu keputusanmu. Kau yang memimpin semua ini.”Kata Niko menjelaskan.Edo hanya terdiam bisu. Diam seribu bahasa, diam tanpa kata. Dia hanya bisa merenung dan memikirkan bagaimana solusi dari permasalahan ini. Dan akhirnya dia berdiri.“Bagaiman sudah kau putuskan?”Tanya Niko dengan penuh harapan Edo mengeluarkan keputusan yang tepat.Tapi Edo hanya bisa berjalan mondar-mandir dengan penuh kebingungan. Sesekali dia mengacak-acak rambutnya yang sebelumnya juga rambutnya sudah acak-acakan. Berjalan kekanan kemudian kekiri, kanan dan kiri. Sepertinya dia sangat kebingungan.“Udahlah do, kerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki jalan pelita.”Usul Randy dengan sedikit memaksa.“Tapi ini taruhanya keselamatan anak jalan pelita. Aku tak mau mereka jadi korban hanya gara-gara aku dengan seenaknya menerima tantangan dari preman busuk tadi malam!”Kata Edo dengan marah.“Bukannya kita sering melakukan hal seperti ini. Bahkan berulang kali.”Kata Randy.“Tapi yang ini beda! Aku merasakan ada yang ganjil dengan tantangan ini. Bodohnya aku! Mengapa aku dengan mudah menerima tantangan ini. Bodoh! Bodoh! Bodoh!”Kata Edo semakin bingung, semakin awut-awutan rambutnya.Baru kali ini Edo bingung untuk menngambil keputusan. Biasanya dia kurang dari satu menit sudah dapat langsung mengambil keputusan. Semua teman yang ada disekitarnya merasakan ada yang tidak beres dengan Edo. Ada apa dengan dia?“Tapi aku percaya, jalan pelita tidak akan kalah. Aku yakin jalan pelita pasti bisa. Kita akan menang besar malam ini. Tapi ingat keputusan ada ditanganmu do, cepatlah ambil keputusan, jalan pelita menunggumu!”Kata Niko.Edo kembali duduk dan menenangkan pikiran. Dia kembali merenung dan terdiam. Dia menyangga wajahnya dengan kedua telapak tangan.“Oke! Jalan pelita akan bertarung malam ini dengan sekuat tenaga sampai titik darah penghabisan. Dan aku yakin jalan pelita akan menang malam ini!”Kata Edo bersemangat.Disisi pihak lain justru kebalikan.“Bodoh! Kau bisa mengancam keslamatan anak jalanan disini. Hanya gara-gara mulutmu yang tidak bisa dijaga.”Kata pemimpin jalan brubu yang marah.“Sorry boss, tadi malam aku kan mabuk. Jadi nggak sengaja.”Kata orang yang hidungnya bengkok gara-gara kena tinju Edo.“Enaknya kau minta ma’af!”Kata si boss tambah marah.“Tapi aku punya usul. Gimana kalau kita kerahkan seluruh tenaga jalan ini.”Kata orang tadi.“Tidak bisa! Itu tidak akan bisa membantu kita. Tenaga kita tidak akan cukup melawan anak jalan pelita.”Kata si boss.“Kita minta dari jalan beringin. Jalan terkuat nomer dua setelah jalan pelita. Dan jalan pelita tidak akan tahu kalau kita minta bantuan dari jalan lain. Karena jalan beringin jauh dipinggiran kota. Bagaimana boss?”Usul orang disebelah orang hidung bengkok tadi.“Oke kalau begitu. Kirim pesan ke jalan beringin dan kerahkan semua tenaga dari jalan brubu ini. Nanti malam kita akan bertempur.”Kata si boss.Malam ini adalah malam yang berbeda di jalan pelita. Di kawasan jalan pelita pukul 23.50 pasukan dari jalan pelita sudah siap untuk bertempur melawan jalan brubu yang diboncengi oleh jalan beringin. Mereka sudah siap dengan persenjataan. Ini bukan pertempuran yang pertama kali. Jalan pelita sudah menghadapi beberapa pertempuran. Dan kali ini sudah dapat dirasakan bahwa pertempuran yang ini adalah pertempuran yang berbeda. Entah apa yang berbeda dengan pertempuran kali ini.“Kita akan menang kali ini.”Pesan Edo kepada semua anak jalan pelita.Pukul 22.58 pasukan dari jalan brubu belum datang. Jalanan masih dipenuhi anak jalan pelita. Bel jam kota sudah berdentum sebanyak dua belas kali. Tiba-tiba pasukan jalan brubu muncul dari persimpangan. Jumlah mereka besar sekali. Mereka terus berjalan hingga jarak sepuluh meter dari jalan pelita. Tak terduga hujan lebat langsung mengguyur kedua belah pihak. Mereka basah kuyup.“Inikah pasukan jalan pelita yang konon katanya besar dan kuat.”Kata pemimpin jalan brubu.“Tapi ini kekutan kami sendiri, bukan kekuatan orang lain.”Kata Edo mengetahui bahwa jalan brubu minta bantuan jalan beringin.“Jangan banyak bacot lho! Serang….!!!!!”Kata pemimpin jalan brubu memberikan aba-aba.Kini pertempuran sudah dimulai. Perbandingan jumlah pasukan 2:1 jalan pelita kalah jumlah. Edo berhadapan langsung dengan pemimpin jalan brubu. Dua orang bertempur dengan sengit. Edo bertarung menggunakan tangan kosong, sementara pihak lawan memegang sebatang besi. Sungguh pertempuran tidak seimbang. Tapi kenyataanya pihak jalan pelita banyak membuat pasukan gabungan jalan brubu dan beringin terpukul KO. Kini tinggal dua orang yang bertempur. Pertempuran bertambah tegang karena hujan semakin deras.Sebatang besi menghampiri kepala Edo dan untungnya Edo dapat menghindar. Tapi saat ia akan menyerang sebatang besi tepat mengenai perutnya. Ia jatuh ke aspal jalan. Pihak lawan siap mengahancurkan Edo dan jalan pelita, namun Edo berhasil menjegal kaki lawan. Dan ia beerhasil menaklukan lawan dengan sekali pukulan yang mematikan. Sang lawan terbujur pingsan di aspal.Melihat pemimpinnya jatuh dan tidak bisa bangun lagi, seluruh pasukan jalan brubu dan beringin ditarik mundur.“Kita menang…..!!!!!!!”Kata Edo dengan semangat.“Yeah….!”Teriak seluruh jalan pelita.“Kita kali ini kembali memenangkan pertempuran. Ini menjadi kebanggaan kita. Jalan pelita menjadi jalan terbaik di kota ini!”Pidato Edo yang mengesankan.Setelah itu seluruh pasukan bubar.“Oke kita menang lagi”Kata Niko dengan tersenyum.“Niko awas!”Kata Edo bersuaha menyelamatkan Niko dari pukulan pemimpin brubu yang mencoba bangkit.Edo berhasil mendorong Niko ke aspal, tapi dia kena pukulan besi keras tepat dibagian belakang kepala. Dengan spontan dan rasa tak bersalah pemimpin brubu langsung kabur begitu saja. Edo langsung terbujur di aspal. Ketiga teman-temannya langsung mengahmpiri Edo.“Teman-teman terima kasih sudah menemaniku menjaga jalan pelita ini.”Kata Edo terbatah-batah. Kepalanya mengeluarkan banyak darah. Hujan mengguyur dengan deras mebuat darah semakin berceceran.“Niko, aku serahkan jalan pelita ini kepadamu. Jaga baik-baik jalan pelita ini menjadi jalan terbaik di kota ini.”Kata Edo“Baik, aku berjanji akan menjaga jalan pelita dengan baik aku berjanji.”Balas Niko“Selamat tinggal kawan!”Kata Edo kemudian perlahan menutup matanya.“Edo………!!!!!!!!!!!”Kata Niko menangis.Niko telah kehilangan sahabatnya. Sahabat yang terbaik dalam hidupnya. Sejak kecil Edo dan Niko telah bersahabat. Dan kini sahabatnya telah pergi untuk selamanya.Jalan pelita telah berduka, ia telah kehilangan sosok pemimpin yang bijaksana. Disaksikan oleh hujan dan lampu lalu lintas yang hanya bisa mengedipkan warna kuning. Selamat tinggal Edo…!Beberapa bulan kemudian…….“Ayo kita jaga nama baik jalan pelita ini. Serang…..!!!!!!!!”Kata Niko memimpin pasukan.“Lihatlah do, aku pegang janjiku. Aku tak akan pernah ingkar janji. Jalan pelita akan mengenangmu untuk selamanya. Kaulah pemimpin jalan pelita yang sesungguhnya.”Kata Niko dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar