
Nama Nias mulai dikenal pascabencana Tsunami tahun 2005. Bencana membuka perhatian banyak orang, nasional, dan internasional. Meski begitu, kekayaan alam yang menyimpan keuntungan pariwisata belum terbuka maksimal. Nias begitu menggoda, khususnya mereka para pencinta olahraga ekstrem, seperti surfing, pencinta sejarah atau Anda sekalian yang ingin lokasi wisata berbeda.
Ada dua jalur untuk tiba di Nias. Menggunakan transportasi laut atau udara. Dari Pelabuhan Sibolga menempuh kurang lebih empat jam dengan menggunakan kapal cepat. Tersedia juga pelayaran satu malam bagi yang menginginkan waktu lebih panjang di perairan.
Sedangkan, melalui jalur udara kita hanya akan menghabiskan waktu satu jam saja. Gunung Sitoli, ibukota dari Nias Induk merupakan pintu masuk utama untuk memulai jelajah ke semua wilayah. Penginapan telah banyak tersedia di sini. Nias Selatan merupakan sasaran pariwisata yang banyak didatangi. Sekitar tiga jam perjalanan darat masuk melalui Teluk Dalam

Artefak yang menceritakan masyarakat Nias dan pola kehidupan mereka dahulu, masyarakat batu. Selain di Gomo, juga ada Bawomatoluwo, perkampungan yang tak lekang dengan semangat tradisi, mereka yang pada mulanya menyembah matahari.
Bawomatoluwo, “Sang” Penjaga Tradisi
Bowomatoluwo merupakan salah satu tempat utama pariwisata di Pulau Nias yang terletak di Nias Selatan. Dalam bahasa Indonesia, Bowomatoluwo diterjemahkan menjadi bukit matahari. Di sini kita dapat menyaksikan pemandangan dengan keindahan yang menawan, dari tempat tertinggi penglihatan akan dipenuhi dengan birunya hamparan laut. Bowomatoluwo adalah icon populer Nias dan menjadi perkampungan penjaga tradisi, kehidupan dan batu menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Perkampungan eksotik ini juga menjadi penanda tradisi Megalitikum yang pernah berjaya di daerah ini. 85 batu anak tangga akan mengantarkan Anda masuk ke perkampungan yang masyarakatnya secara fisik lebih mirip Cina-Mongolia. Melihat pendatang, anak-anak belia akan langsung menyerbu, menjajakan aksesori seadanya yang dibuat oleh mereka. Ada pernak-pernik gelang, kalung dan pahatan kayu. Anak-anak Bowomatoluwo umumnya telah bersekolah, namun bagi anak perempuan, mereka masih berada dalam tradisi nikah muda.

Sementara di halaman rumah, tersusun batu-batu mewah yang tampak bagai singgasana. Palang kayu di depannya, terlihat begitu memesona. Balai warga berada di hadapannya, sebuah saung panggung yang biasa dijadikan tempat berkumpul warga. Batu lonjong memanjang dengan dua pijakan menjadi anak tangga untuk bisa naik ke saung ini.
Secara umum, masyarakat di sini menempati rumah panggung yang terbuat dari kayu sambungan penuh ukiran. Rupa-rupa motifnya, menunjukkan bahwa masyarakat di sini punya cita rasa seni. Bertingkat dua dengan rumbai kelapa kering sebagai atapnya. Batu tentu terletak di sana, dalam wujud patung ukiran ataupun tempat duduk di halaman rumah.
Batu-batu indah yang membuat kita bertanya bagaimana mereka berada di sana. Syahdan, perempuan-perempuan cantik telanjang berada di depan para lelaki pengangkut batu ke atas bukit untuk menyemangati. Batu-batu besar yang menjadi anak tangga ke balai pertemuan, batu-batu yang menjadi lantai kampung layaknya konblok, batu yang disusun untuk dilompati, juga batu yang menjadi singgasana di depan rumah raja. Tapi itu hanya cerita yang belum bisa dibuktikan kebenarannya. Meski di tempat lain juga menyuguhkan atraksi lompat batu, namun di daerah inilah atraksi budaya itu yang paling mudah ditemui. Dahulu, tradisi lompat batu dikhususkan untuk para lelaki. Jika bisa melompati ini mereka dianggap sudah dewasa dan siap berkeluarga.
Ada cerita, tradisi lompat batu merupakan pengganti tradisi lama yang diciptakan oleh misionaris Eropa. Tak setiap hari atraksi bisa dijumpai, namun untuk pelancong yang ingin menyaksikan bisa menghubungi anak-anak muda yang biasanya berkumpul di balai warga depan rumah raja, tentunya dengan menyerahkan sejumlah biaya. Tak banyak literatur yang bisa dicari untuk melihat tradisi Nias dengan lebih jeli. Bagaimanapun, Nias, bisa merupakan Bali-nya Sumatera Utara. Jika datang ke sini, jangan lupa singgah ke Bukit Matahari. Tak akan rugilah.
Sumber: http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37679:memijak-batu-menapaki-bukit-matahari&catid=83:travel&Itemid=96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar