Kisah Kecewa Mesin Ketik Tua
Kenalkan aku adalah mesin ketik. Suatu alat yang digunakan untuk mengetik. Di tubuhku banyak terdapat komponen-komponen yang sangat penting, di antaranya pita karbon, tuts dan banyak lagi onderdil lain yang namanya tidak kukenali.
Apabila salah satu tuts ditekan maka aku akan memukul kertas yang telah dilapisi pita karbon dan tercetaklah angka, huruf atau simbol yang diinginkan.
Aku pertama kali dipresentasikan oleh Cristopher Sholes, lelaki jenius berkebangsaan Amerika. Aku sendiri tidak mengetahui bagaimana Sholes menemukan aku. Apakah benar-benar dia yang menciptakan aku, atau dia menemukan hasil ciptaan orang lain yang tercecer di jalanan? Atau dia menemukan aku di gudang penyimpanan barang rongsokan milik orang tuanya, atau dia bekerja sama dengan orang lain menciptakan aku dari barang-barang bekas, atau… pokoknya aku tak tau dan tak penting untuk tahu! Titik.
Aku bernama Kofa, ini kuketahui dari merk yang tercantum di tubuhku. Aku juga tak mengetahui generasi ke berapakah aku? Aku dibeli oleh majikanku di pasar jongkok dengan status barang second alias barang bekas atau apalah gitu, yang merupakan fasilitas kantor yang telah expired bin tidak layak pakai bagi orang luar negeri sono…
Agar kalian bisa sedikit mengenalku. Majikanku adalah orang penting di negeri ini, seorang pejabat negara yang selalu dikejar-kejar paparazzi bila berada di depan umum atau saat jalan-jalan bersama keluarga, baik di dalam atau di luar negeri.
Aku jadi ingat kejadian pagi Idul Fitri tahun lalu. Gema takbir kumandang dari setiap rongga mulut manusia yang meyakini kebenaran Islam. Pagi menjelang salat Ied, puluhan anak kecil dan lansia alias manusia lanjut usia telah menunggu majikanku sejak ba’da Subuh (salat Subuh). Mereka datang ke rumah majikanku untuk meminta belas kasihan majikanku.
Saat majikanku melangkahkan kaki keluar dari rumah, senyum penuh kemenangan tampak jelas dari wajah polos yang penuh keluguan dan wajah-wajah keriput yang termakan usia tak henti-hentinya berkomat-kamit mengucap syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat yang akan diberikannya.
Aku turut bahagia melihat mereka bahagia di hari yang penuh kemenangan setelah sebulan penuh menahan diri dari hawa nafsu. Namun, Tuhan tidak menginginkan hambanya untuk ikut menikmati harta yang didapat secara tidak halal itu. Majikanku memanggil satpam yang hidupnya terbelenggu seperti seokor anjing untuk mengusir fakir miskin itu dari rumahnya.
Sepertinya kita sudah jauh menyimpang, lebih baik kita kembali ke topik semula. Majikanku membeliku untuk membantunya mengerjakan tugas-tugas penting sebagai pejabat negara. Tapi seringkali aku digunakan untuk mengetik surat-surat berlabel dinas yang gunakan untuk memberikan izin proyek pembesaran perut yang menipu rakyat dan merugikan negara. Pernah juga aku digunakan anak sang majikan mengetik surat cinta untuk pacarnya.
Dua bulan lalu aku pensiun. Jabatanku digantikan oleh satu ekor komputer Pentium 4, di dalam tubuhnya telah mengalir sel-sel hardware dan software dengan hak cipta dan paten menjadi akta kelahirannya setelah ditelorkan oleh Bill Gates. Aku tidak sirik padanya, sangat kusadari kekuranganku dibandingkan dengan komputer. Dengan hardware dan software-nya dia mampu bekerja lebih efektif dan efisien. Tulisan yang dihasilkan pun lebih indah dan bervariasi. Selain itu bukan hanya bisa digunakan untuk mengetik tapi juga bisa digunakan untuk mengolah foto, untuk melengkapi data agar lebih akurat. Dengan program winamp dia bisa menghibur sang operator dengan lagu-lagu yang diinginkan, selain itu dia juga menyediakan menu game-game menarik untuk sedikit rileks di sela-sela mengerjakan tugas, dan banyak lagi program-program lain yang yang tidak kukenali nama dan fungsinya.
Aku senang karena pengganti posisiku sebagai alat ketik adalah komputer yang lebih pintar dari aku. Tapi satu hal yang membuat aku kecewa. Aku kecewa dengan sikap sang majikan terhadapku, saat aku pensiun sang majikan melemparkan aku ke sudut gudang yang gelap, penuh debu dan barang-barang bekas yang berserakan yang menjadi rumah bagi para tikus, kecoa dan binatang-binatang kecil lainnya. Mereka tertawa menyeringai penuh kebiadaban. Tentu kamu setuju, majikankulah yang pantas berteman dengan tikus-tikus ini, bukan aku. Karena sifat dan kelakuannya tak jauh beda dengan tikus bahkan lebih parah dari raja tikus paling jahat sekalipun.
Seiring waktu, debu-debu mulai membelai kulitku yang tak lagi halus dan karat-karat mulai menggerogoti tubuhku. Aku tak lagi dihiraukan, tak lagi dipedulikan dan tak lagi disapa seperti dulu. Padahal, waktu aku masih bekerja ribuan, jutaan bahkan miliaran kata berhasil aku ketik dengan baik tanpa meminta gaji, upah atau pesangon saat aku pensiun. Begitulah baiknya aku si mesin ketik tua.
“…benar sungguh bagai dikata, habis manis sepah dibuang…,” lirik lagu band anak muda asal negeri jiran mengungkapkan perasaan hatiku. Yah, begitulah manusia banyak tak punya pera-saan, tak bisa menghargai orang lain, egois, tak tau terima kasih.
Aku akan lebih senang jika aku dilemparkan ke tong sampah di pinggir jalan. Dalam waktu singkat tangan-tangan kekar para petugas Dinas Kebersihan yang berseragam kuning-kuning akan memasukkan aku ke dalam truk dan membawaku tempat penampungan akhir. Di sana aku akan bertemu rekan-rekan senasib, seperti sepatu pejuang yang tidak terawat lagi setelah ditinggal mati tuannya yang semestinya dia menjadi penghuni museum agar bisa dikenali oleh generasi bangsa. Tapi, salah seorang pegawai Dinas Pariwisata merasa tidak akan dapat keuntungan dari sepatu kulit buaya yang telah butut itu. Sehingga dia memutuskan untuk membuang sepatu yang telah turut andil melindungi kaki tuannya dalam berjuang merebut kemerdekaan negeri ini.
Tapi hingga sekarang aku masih tersekap di dalam gudang yang redup dengan tubuh yang semakin tua dan reot tanpa ada yang peduli. Karena aku hanya mesin ketik tua yang tak punya jiwa, namun aku punya perasaan. Aku kece-wa…***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar